Prosesi Usaba Mantenin Pasih Desa Adat Bugbug
Pada Selasa 14 Juni, 2022 telah dilaksanakan Upacara Usaba Pasih di desa Bugbug yang dipuput oleh Jero Mangku Widya desa adat Bugbug. Usaba Pasih desa Bugbug menurut Jero Mangku Budiana yang merupakan Manggalaning Upakara desa adat Bugbug, memaparkan tentang makna aci segara secara khusus di desa adat bugbug bahwa Aci Segara atau Usaba Pasih di Desa Adat Bugbug biasa disebut aci mantenin pasih datang setiap setahun sekali. Mantenin berasal dari kata “ma-entenin” yang artinya menyampaikan tujuan karena desa akan melangsungkan usabha Manggung (Aci MAnggung) lagi satu purnama mendatang, karena diyakini Ida Bhatara yang melingga di desa masih ada yang bepergian atau lunga. Dengan maksud tersebutlah Ida Bhatara diundang datang/ kaulemin dengan ritual Aci Mantenin Pasih atau Aci Segara.
Selain itu Jero Mangku Budiana juga mengatakan bahwa dalam kitab Purana Bali, dikenal terdapat istilah Sad Kertih, atau enam kebijaksanaan, salah satunya adalah Samudra Kertih. Aci Segara juga merupakan implemetasi pelaksanaan upacara Samudra Kertih, yaitu upaya untuk menjaga kesucian atau kelestarian pantai dan lautan. Secara sekala Samudera Kerti kita laksanakan dengan menjaga kebersihan-kelestarian pantai dan laut, serta berbagai sumber-sumber alam yang ada didalamnya. Karena lautan memegang peranan yang penting dan sebagai sumber alam yang memiliki fungsi sangat kompleks dalam kehidupan manusia..Untuk itu di laut kerap diselenggarakan, upacara mapakelem dan lain sebagainya. Semua upacara ini untuk memotivasi umat agar memelihara kelestarian laut.
Tujuan Usaba Pasih Desa Bugbug Untuk Memberikan Penghormatan Terhadap Dewa Baruna.
Aci Segara ini selain upacara penghormatan terhadap laut seperti melarung isi alam ke tengah laut juga bukan semata mata upacara klenik tanpa makna, tetapi hal ini sebagai bentuk ucap syukur dan kesadaran umat Hindu bahwa di laut juga tempat suci berstananya Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasi beliau sebagai Dewa Baruna. Kesadaran itu akan mengendalikan perilaku manusia untuk memperlakukan laut tidak semena-mena, tidak serakah dan tidak mencemari lautan. Hal itu terjadi karena umat menyadari bahwa di laut berstana Ida Sang Hyang Widhi. Mencemari dan serakah pada lautan sama artinya dengan melakukan dosa kepada Tuhan. Itulah sebabnya sedekah laut dilakukan sebagai peningkatan kesadaran umat untuk mengucap syukur atas limpahan kekayaan hasil laut sekaligus menjadi tonggak pengingat umat untuk bersama-sama menjaga lautan sehingga terjadi kebersinambungan sumber daya alam yang ada di laut.
Pelaksanaan Kegiata Usaba Pasih Desa Bugbug:
Di dalam pelaksanaan Aci Segara di desa adat Bugbug, masyarakat juga melaksanakan upacara mapejati untuk para penglisngsir mereka, yang sebelumnya juga dilaksanakan mapejati saat Aci Pengalapan. Dimana hal ini juga sebagai implementasi memberikan penghormatan kepada para leluhur yang diupacarai mapejati dalam konsep Nyegara Gunung. Nyegara Gunung adalah filosofi Bali bahwa antara laut (segara) dan gunung adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Oleh karena itu, setiap tindakan di gunung akan berdampak pada laut. Demikian pula sebaliknya.
Mapejati saat Aci Pengalapan bisa disimbulkan sebagai konsep Gunung atau awal mula. Begitu juga saat maturan pejati untuk para leluhur atau penglingsir, dimulai dari awal mula kehidupan dari Gunung atau Hulu, kemudian dilanjutkan dengan mapejati di Segara, atau hilir sebagai muaranya kehidupan.
Nyegara Gunung Konsep Tata Ruang Dalam Budaya Bali
Nyegara Gunung adalah keseimbangan natural spritual yang berorientasi kepada gunung dan lautan, luan-teben, sekala-niskala suci-tidak suci, rwa bhineda dan sebagainya. Sebagaimana yang disebutkan “nyegara gunung” sebagai konsep tata ruang dalam budaya Bali.
Khususnya dalam upacara pitra yadnya, Nyegara Gunung dapat diartikan sebagai suatu proses penciptaan dari dewa pitara menjadi Dewa atau Dewata-dewati, segara sebagai lambang predhana dan gunung sebagai purusa,
Upacara Nyegara Gunung ini adalah yang terakahir, sehingga terciptanya Dewata-dewati setelah itu barulah disthanakan di Sanggah atau Sanggah Kemulan atau Pura Kawitan masing masing Hal ini dikarenakan upacara tersebut merupakan sarana atau media yang digunakan untuk mendak Dewata-dewati. Upacara Nyegara Gunung pelaksanaannya biasanya di tepi pantai atau segara (laut), hal ini dikarenakan laut memiliki makna filosofis sebagai segara yang merupakan sumber kehidupan. Dalam suatu upacara yang berhubungan dengan Pitra Yadnya ada lima perubahan dari Petra atau preta yang selanjutnya menjadi Pitra kemudian Pitara yang dilanjutkan menjadi Dewa Pitara dan terkahir menjadi Dewata-Dewati atau Bhatara-bhatari. Diyakini kekuatan dan restu roh para leluhur akan memancarkan vibrasinya kepada preti sentananya jika kelengkapan upacara mapejati melalui konsep Nyegara Gunung ini sudah dilaksanakan.
Acara Mecaru untuk Nyomia Buta Kala:
Didalam Aci Segara atau mantenin Pasih ini, Desa Adat Bugbug juga melaksanakan Mecaru yang bertujuan untuk Nyomia Buta Kala yang merupakan simbol dari unsur Negatif alam atau bertujuan menetralisir pengaruh buruk alam agar tercipta ketentraman kehidupan umat manusia pada umumnya dan khususnya ketentraman dan kedaiaman masyarakat di Desa Adat Bugbug. Sehingga Bhuana Agung dan Bhuana Alit menjadi seimbang.
Karena dengan yadnya yang tulus dan iklas akan mengembalikan kekuatan unsur positif agar mendominasi pikiran manusia. Sehingga tujuan mulia Tri Hita Karana yakni keharmonisan hubungan antara Tuhan dengan manusia, manusia dengan sesamanya serta manusia dengan alamnya tetap terjalin harmonis.
(Penulis Komang Geria)